Shofiyah binti Huyay...
Tak pernah terpikir oleh Shofiyah binti Huyay dirinya akan menjadi pendamping Rasulullah dan ibu bagi kaum muslimin. Namun, Allah berkehendak menyatukannya dengan sang Nabi. Tidaklah Allah memilih wanita sebagai pendamping Rasulullah, melainkan ia memiliki kelebihan istimewa.
Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam menikahi Shofiyyahrodhiallohu anha dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam dengan Shofiyyah didasari beberapa landasan. Shofiyyah telah memilih Islam serta menikah dengan Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam ketika ia memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shofiyyah memilih untuk tetap bersama Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam. Selain itu, Shofiyyahrodhiallohu anha adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslimin, di samping itu juga karena kecintaannya kepada Islam dan Nabi Muhammadsholallohu alaihi wasallam.
Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam menghormati Shofiyyah sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam menyambut kedatangan Shofiyyah dengan wajah kurang suka karena dia adalah keturunan Yahudi, di samping itu juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Rosululloh sholallohu alaihi wasallam pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy rodhiallohu anha karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shofiyyah.
Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rosululloh sholallohu alaihi wasallam tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shofiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rosululloh berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shofiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dari untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.”
Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rosulullohsholallohu alaihi wasallam datang. Ketika itu Shofiyyah mendengar obrolan Hafshoh dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rosululloh sholallohu alaihi wasallam sambil menangis. Rosululloh menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.”
Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shofiyyah mendengar Hafshoh berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa engkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshoh binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudi.’ Kemudian Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam kemudian berkata kepada Hafshoh, ‘Bertakwalah engkau kepada Alloh, wahai Hafshoh!”
Salah satu bukti cinta Shofiyyahrodhiallohu anha kepada Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Thobaqotnya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. Shofiyyah berkata, “Demi Alloh, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rosululloh memberikan isyarat satu sama lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Alloh, dia adalah benar.”
Setelah Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam wafat, Shofiyyah merasa sangat terasingkan di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dari Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Muhammad sholallohu alaihi wasallam. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affanrodhiallohu anhu, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits dari Nabisholallohu alaihi wasallam. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’.