Karenamu,. Hati.
Wahai diriku ; segala yang terlihat mungkin saja dapat membahagiakan atau justru meninggalkan luka. Tetapi, diantara keduanya selalu ada alasan yang akhirnya memperkuat teguh kita. Ketika bahagia dan luka bertemu, disana hakikatnya sama saja. Cara menyikapi yang jadi pembeda. Sebab segala sesuatunya tidak akan cukup bagi siapapun yang lupa mensyukuri. Hanya saja, meski begitu dirimu mengetahuinya, mungkin saja dikemudian hari kamu melihat lelah kian lebat tumbuh di kebunmu. Lalu, kamu berkali mungkin akan menangis sejadi-jadinya. Mungkin saja merasa telah jatuh, sejatuh-jatuhnya. Merasa sendiri di ribut taufan. Lukamu menjalar kemana-mana. Sepertinya hari itu sepenuhnya dirimu ringkih. Bekas luka lama seakan belum selesai, tetapi hari itu luka baru justru memilih tempat sesukanya. Tepat di hatimu. Bagimu, sekarang semuanya semakin berdarah. Akalmu koyak. Peluhmu membuka alirannya masing-masing. Semakin deras. Hingga kamu bertemu dengan titik jenuh. Menyatakan dirimu yang paling malang. Kosong. Kamu ingin semuanya berakhir. Meminta pinta akhir pada Tuhan atau sebaliknya. Membuat kamu sendiri yang seakan berwenang mengakhiri dengan caramu : sesukamu.
Wahai diriku ; jika suatu hari saat seperti itu menjumpaimu, dirimu tidak perlu kalah, sayang. Sampaikan terimakasih atas apapun yang telah menghempaskan. Berdirilah lagi, se-anggun mungkin. Belajar menjadi yang terus tegar adalah perlawanan. Kamu cukup memulai lagi~seberapapun daya yang masih kamu punyai, dia akan selalu cukup menjadi kawan dari sepanjang apapun perjalanan. Semua yang telah terjadi adalah bekalmu. Bawa bekal itu sepanjang hidup untukmu, sampai akhirnya pada masanya bekal itu mampu kau bagi pada bumi~sampai langit. Kamu akan melihatnya sendiri, betapa semua yang terjadi pada hidupmu justru mampu menumbuhkan cinta jiwa banyak orang. Bukan hanya dirimu.
"...jatuh cinta lah lagi berkali-kali. Meski dalam sulit sekalipun."
Allah.
(*Bagi Jiwaku, Bersahaja ; Minggu, 19 Februari 2017)
Wahai diriku ; segala yang terlihat mungkin saja dapat membahagiakan atau justru meninggalkan luka. Tetapi, diantara keduanya selalu ada alasan yang akhirnya memperkuat teguh kita. Ketika bahagia dan luka bertemu, disana hakikatnya sama saja. Cara menyikapi yang jadi pembeda. Sebab segala sesuatunya tidak akan cukup bagi siapapun yang lupa mensyukuri. Hanya saja, meski begitu dirimu mengetahuinya, mungkin saja dikemudian hari kamu melihat lelah kian lebat tumbuh di kebunmu. Lalu, kamu berkali mungkin akan menangis sejadi-jadinya. Mungkin saja merasa telah jatuh, sejatuh-jatuhnya. Merasa sendiri di ribut taufan. Lukamu menjalar kemana-mana. Sepertinya hari itu sepenuhnya dirimu ringkih. Bekas luka lama seakan belum selesai, tetapi hari itu luka baru justru memilih tempat sesukanya. Tepat di hatimu. Bagimu, sekarang semuanya semakin berdarah. Akalmu koyak. Peluhmu membuka alirannya masing-masing. Semakin deras. Hingga kamu bertemu dengan titik jenuh. Menyatakan dirimu yang paling malang. Kosong. Kamu ingin semuanya berakhir. Meminta pinta akhir pada Tuhan atau sebaliknya. Membuat kamu sendiri yang seakan berwenang mengakhiri dengan caramu : sesukamu.
Wahai diriku ; jika suatu hari saat seperti itu menjumpaimu, dirimu tidak perlu kalah, sayang. Sampaikan terimakasih atas apapun yang telah menghempaskan. Berdirilah lagi, se-anggun mungkin. Belajar menjadi yang terus tegar adalah perlawanan. Kamu cukup memulai lagi~seberapapun daya yang masih kamu punyai, dia akan selalu cukup menjadi kawan dari sepanjang apapun perjalanan. Semua yang telah terjadi adalah bekalmu. Bawa bekal itu sepanjang hidup untukmu, sampai akhirnya pada masanya bekal itu mampu kau bagi pada bumi~sampai langit. Kamu akan melihatnya sendiri, betapa semua yang terjadi pada hidupmu justru mampu menumbuhkan cinta jiwa banyak orang. Bukan hanya dirimu.
"...jatuh cinta lah lagi berkali-kali. Meski dalam sulit sekalipun."
Allah.
(*Bagi Jiwaku, Bersahaja ; Minggu, 19 Februari 2017)