Segala
puji Allah yang Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, yang telah menjadikan pintu
taubat terbuka bagi kaum mukminin, yang membentangkan tangan-Nya di waktu malam
untuk yang berbuat kesalahan di siang hari agar bertaubat. dan membentangkan
tangan-Nya di siang hari bagi yang berbuat kesalahan di malam hari agar
bertaubat. Sholawat serta salam bagi nabi yang diutus sebagai rahmat bagi
sekalian alam, yang telah menganjurkan dan memerintahkan kita agar bertaubat.
Beliau bersabda:
يا أيها الناس توبوا إلى الله
فإني أتوب في اليوم إليه مائة مرة
“Wahai sekalian manusia bertobatlah kalian kepada Allah dan
mohon ampunlah. Sesungguhnya aku bertaubat 100 kali dalam sehari.” Sholawat dan
salam juga bagi keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti
petunjuknya sampai hari kiamat.
Saudaraku
yang mulia…
السلام عليكم ورحمة الله و
بركاته
Allah
berfirman :
وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم تفلحون
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang
yang beriman supaya kamu sekalian beruntung.” (Qs. An Nur: 31)
Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
يأيها الذين آمنوا توبوا إلى الله توبة نصوحا عسى ربكم أن يكفر
عنكم سيئاتكم ويدخلكم جنات تجري من تحتها الأنهار
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rab kalian menghapus
kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At Tahrim: 8)
Allah
Ta’aala berfirman:
إن الله يحب التوابين ويحب
المتطهرين
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
Ayat-ayat
yang menyebutkan taubat sangat banyak.
Adapun
hadits-hadits Nabi ص diantaranya adalah sebagai berikut:
عن الأغر بن يسار المزني رضي الله عنه قال: قال النبي صلى الله
عليه وسلم: "يا أيها الناس توبوا إلى الله فإني أتوب في اليوم إليه مائة
مرة"
Dari Al
Aghor bin Yasar Al Muzany –semoga Allah meridlainya- berkata: Nabi ص telah
bersabda: “Wahai manusia bertaubatlah kalian kepada Allah dan memohon ampunlah
sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari 100 kali” (Muslim 4/2075 no. 2702). (Ada perbedaan lafadz
antara yang terdapat dalam buku dengan yang terdapat dalam Shahih Muslim
cetakan Dar Ihya at Turats al ‘Arabi, Beirut, tahqiq Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi,
dengan halaman dan nomor hadits yang sama. Apa yang tertulis di sini adalah
yang terdapat dalam cetakan Dar Ihya at Turats Beirut, pent)
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم
يقول: "إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة."
Dari Abu
Hurairah –semoga Allah meridlainya- telah berkata: saya pernah mendengar
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya saya memohon ampun dan bertaubat pada Allah
lebih dari 70 kali dalam sehari.” (Al Bukhari 11/121 no. 6307).
(Dalam
Shahih Bukhari cetakan Dar Ibnu Katsir, Al Yamamah, Beirut, tahun 1407-1987,
tahqiq DR. Musthafa Dib Al Bagha, hadits ini terdapat di jilid 5 hal 2324 no
hadits 5948, pent)
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم: "لله أشد فرحا بتوبة عبده حين يتوب إليه من أحدكم كان على راحلته بأرض
فلاة فانفلتت منه وعليها طعامه وشرابه فأيس منها فأتى شجرة فاضطجع في ظلها قد أيس
من راحلته فبينا هو كذلك إذا هو بها قائمة عنده فأخذ بخطامها, ثم قال من شدة
الفرح: "اللهم أنت عبدي وأنا ربك" أخطأ من شدة الفرح"
Dari
Anas bin Malik berkata: bersabda Rasulullah ص : “Allah lebih gembira dengan taubat
hamba-Nya ketika sedang bertaubat pada Nya, daripada seseorang diantara kalian
yang berada diatas tunggangannya di sebuah padang terbuka. Kemudian tunggangan
tersebut hilang darinya padahal disitu ada makanan dan minumannya. Dia pun
berputus asa. Lalu mendatangi sebuah pohon dan berbaring di bawahnya setelah
putus asa mencarinya. Ketika ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba
tunggangannya ada didepannya maka dia pun memegang tali kekangnya kemudian berkata –karena
saking gembiranya-: “Ya Allah Engkau adalah hambaku dan saya adalah tuhanmu”
salah ucap karena begitu gembiranya”. (HR Al Bukhari 11/123 no. 6309 dan Muslim
4/2104 no. 2747)
Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa gembira dengan taubat hamba-Nya karena cinta-Nya pada
taubat, memaafkan dan hamba-Nya yang kembali (kepada-Nya) setelah ia berpaling
dari Nya.
عن أنس وابن عباس رضي الله عنهم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال: "لو أن لابن آدم واديا من ذهب أحب أن يكون له واديان ولن يملأ فاه ابن
آدم إلا التراب ويتوب الله على من تاب."
Dari
Anas dan Ibnu Abbas –semoga Allah meridlai keduanya- bahwa Rasulullah صbersabda: “Seandainya anak cucu Adam memiliki sebuah
lembah dari emas dia akan senang memiliki dua lembah lagi. Tidak ada yang akan
memenuhi mulut anak cucu Adam selain tanah. Allah menerima taubat orang yang
bertaubat. ( Bukhari 11/305 no. 6437, Muslim 2/725 no. 1049) (Dalam Shahih
Muslim tidak ada lafadz yang sama persis seperti di buku demikian pula dalam
shahih Bukhari dan berasal dari Shahabat Abdullah bin Zubair radliyallahu
'anhu, bukan dari Anas bin Malik seperti yang terdapat dalam shahih Muslim.
Wallahu a’lam, pent)
Taubat adalah kembali dari maksiat pada Allah
menuju kepada ketaatan kepada-Nya. Karena Dialah yang berhak disembah. Hakekat
dari ibadah adalah kerendahan dan tunduk pada yang disembah dengan penuh rasa
cinta dan ta’zhim (mengagungkan). Jika seorang hamba perbuatan yang keluar dari
ketaatan pada Robb-nya, maka taubatnya adalah dengan kembali pada-Nya dan
berdiri di pintu-Nya seperti seorang fakir yang hina, yang takut, yang cemas di
hadapan-Nya.
Taubat
harus segera dilakukan, tidak boleh diakhirkan dan mengundur-undurnya. Kerena
taubat adalah perintah Allah dan rosul-Nya. Semua perintah Allah dan rasul-Nya
harus disegerakan secepatnya, karena seorang hamba tidak tahu apa yang terjadi
padanya jika menunda. Mungkin saja maut menjemputnya tiba-tiba maka ia tidak
bisa bertaubat. Disamping itu, terus menerus dalam kemaksiatan menyebabkan hati
menjadi keras, jauh dari Allah, dan keimanan menurun. Iman bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Terus-menerus dalam maksiat
menyebabkan kecendrungan dan ketergantungan kepadanya. Karena jiwa manusia,
jika terbiasa dengan sesuatu sulit baginya untuk meninggalkannya. Pada saat
itulah sulit baginya untuk melepaskan diri dari maksiat dan syaitan akan
membukakan pintu-pintu maksiat lainnya yang lebih besar dan lebih bahaya dari
yang sudah ia lakukan. Oleh karena itu,para ulama mengatakan: “Sesungguhnya
maksiat adalah jalannya kekufuran.” Orang berpindah satu tahapan maksiat ke
tahapan lain sampai menggelincirkannya dari keseluruhan ajaran agamanya. Kita
memohon kepada Allah ampunan dan keselamatan.
Taubat
yang Allah perintahkan adalah taubat nasuha yang mencakup 5 syarat:
Syarat Pertama: Taubatnya ikhlas karena Allah, yaitu
menjadikan pendorong taubat itu adalah kecintaan dan ta’zhim (mengagungkan)
Allah serta mengharap pahala-Nya dan takut azab-Nya. Tidak menginginkan dunia
sedikit pun dari taubatnya tersebut. Tidak pula mencari muka di hadapan
makhluq. Jika ia mengharapkan hal itu maka taubatnya tidak diterima karena ia
belum bertaubat kepada Allah tetapi taubat untuk mendapat tujuan yang ingin
dicapainya.
Syarat Kedua: Menyesali dan sedih atas dosa yang telah lalu.
Berharap bahwa ia tidak mengerjakan perbuatan dosa tersebut untuk menumbuhkan
rasa penyelasan itu dalam rangka kembali kepada Allah, tunduk dihadapan-Nya dan
mencela nafsunya yang telah memerintahkan kejelekan. Jadi taubatnya berasal
dari kenyakinan dan ilmu.
Syarat Ketiga: Meninggalkan maksiat tersebut sesegara
mungkin. Jika maksiatnya dengan mengerjakan perbuatan yang diharamkan maka
harus langsung meninggalkannya, jika maksiat itu bentuknya meninggalkan
kewajiban maka harus langsung mengerjakannya, jika maksiatnya berupa perbuatan
yang bisa diqadla seperti zakat dan haji, maka taubat tidak sah jika terus
dalam kemaksiatan. Seandainya ada yang mengatakan: Dia telah taubat dari riba
tetapi tetap dia masih bermuamalah (berinteraksi) dengan riba, maka taubatnya
belum benar. Taubatnya ini hanyalah suatu bentuk mempermainkan Allah dan
ayat-ayat Nya, yang justru akan menambah semakin jauh. Seandainya taubat dari
meninggalkan sholat berjamaah dan masih tetap meninggalkan sholat jama’ah
tersebut maka taubatnya belum benar. Jika maksiatnya berhubungan dengan hak-hak
orang lain, taubatnya belum benar sampai dia menyelesaikan hak-hak tersebut.
Jika maksiatnya dengan mengambil harta orang lain atau merampasnya maka
taubatnya belum benar sampai ia mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya
jika ia masih hidup atau kepada ahli warisnya jika telah meninggal. Dan jika
tidak punya ahli waris, maka ia menyerahkan harta tersebut ke baitulmal.
Seandainya ia tidak tahu siapa yang dia ambil hartanya dia mensodaqohkan harta
yang dia ambil dengan niat untuk yang punya harta, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
Maha mengetahui hal tersebut. Seandainya maksiatnya dalam bentuk ghibah
(membicarakan aib) seorang muslim, maka wajib meminta maaf padanya jika
orangnya mengetahui atau dikhawatirkan sudah mengetahui hal tersebut. Jika dia
tidak mengetahuinya maka memintakan ampunan dan memujinya dengan sifat-sifatnya
yang terpuji di majelis tempat menggunjing orang itu. Karena sesungguhnya
kebaikan itu menghapus keburukan.
Taubat
dari suatu dosa tetap sah meski masih mengerjakan dosa yang lain karena amal
bercabang-cabang (bermacam-macam), dan iman itu bertingkat-tingkat. Namun
seseorang yang bertaubat tidak berhak mendapat sebutan taubat yang sempurna,
sifat-sifat terpuji dan kedudukan yang tinggi, sampai bertaubat kepada Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa dari semua dosa.
Syarat Keempat: Bertekad untuk tidak mengulang kembali
perbuatan maksiat di masa mendatang, karena ini merupakan buah dari taubat dan
bukti kesungguhan dari pelakunya. Jika ada yang mengatakan: Dia sudah taubat
tetapi sudah bertekad atau ragu-ragu apakah akan mengerjakan lagi maksiat pada
suatu hari nanti, maka taubatnya belum sah. Karena ini adalah taubat yang
sementara, dimana pelakunya mencari-cari kesempatan yang tepat (untuk melakukan
lagi, pent), tidak menunjukkan dia benci terhadap maksiat tersebut dan berusaha
lari dari maksiat tersebut menuju taat kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Syarat Kelima: Taubatnya tidak dilakukan pada saat kesempatan
diterimanya taubat sudah habis. Jika waktunya sudah habis maka taubatnya tidak
diterima. Ketika maut sudah menjemput, maka taubat tidak lagi berguna dan tidak
akan diterima. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
وليست التوبة للذين يعملون السيئات حتى إذا حضر أحدهم الموت قال
إني تبت الآن
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang
diantara mereka, (barulah) ia mengatakan: Sesungguhnya saya bertaubat
sekarang.” (QS An Nisa` ayat 18)
Dari
shahabat Abdullah bin Umar bin Al Khaththab -radliyallahu 'anhuma-,
sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
إن الله يقبل توبة العبد ما لم
يغرغر
“Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa menerima taubat
seorang hamba selama belum sekarat.” (HR Ahmad dalam Al Musnad 20/132 no 3537
dan dinilai shahih oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam Shahih At
Tirmidzi no 2802)
Jika
taubat itu sah, dengan terpenuhinya semua syarat-syaratnya, maka akan diterima.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa akan menghapus dosanya, meskipun berupa dosa
besar. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
قل يا عبادي الذين أسرفوا على
أنفسهم لا تقطنوا من رحمة الله إن الله يغفر الذنوب جميعا إنه هو الغفور الرحيم
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az Zumar ayat 53)
Wahai
saudaraku sekalian, bersegeralah memanfaatkan usia yang ada untuk bertaubat
dengan sungguh-sungguh kepada Allah 'Azza wa Jalla. sebelum datangnya kematian
yang tiba-tiba, maka anda semua tidak bisa mengelaknya.
Mudah-mudahan
shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi
wa sallam, kelurganya dan para shahabatnya.